Risalah Keempat, Motivasi Sholat Berjama’ah Menurut Ulama’ Salaf
San3kalongbm.com - Risalah Keempat, Motivasi Sholat Berjama’ah Menurut Ulama’ Salaf - Dalam artikel ini admin akan membahas Risalah keempat yang terdapat pada kitab Arbau Rosail, yakni tentang Motivasi Sholat Berjama’ah Menurut Ulama’ Salaf.
Imam Atha’ bin Abu Rabah: “Tidak boleh seseorang ketika dia mendengar adzan/orang yang adzan untuk meninggalkan jama’ah”.
Imamal-Auzai berkata: “Anak tidak wajib taat kepada orang tua untuk tidak shalat jama’ah”.
Imam Said bin al-Musayyab berkata: “Sejak dua puluh tahun silam, muadzin tidak pernah adzan, kecuali aku sudah ada di dalam masjid”.
Sebagian ulama salaf berkata: “Sampai kepada kami, ketika hari kiamat tiba, ada sekelompok orang yang dibangkitkan dengan wajah bagaikan bintang yang bersinar: Para malaikat bertanya kepada mereka: “Apa amal perbuatan kalian?” Jawab mereka: “Kami ketika mendengar adzan, kami segera berwudlu. Tak ada “yang menghalangi untuk melakukan hal tersebut”.
Ada lagi kelompok yang dibangkitkan dengan wajah bagaikan rembulan. Para malaikat menanyai mereka: “Apa amal perbuatan kalian?” Jawab mereka: “Kami berwudlu sebelum waktu shalat tiba”.
Ada lagi kelompok yang dibangkitkan dengan wajah bagaikan matahari. Para malaikat bertanya: “Apa amal perbuatan kalian?”
Jawab mereka: “Kami sudah berada di masjid ketika kami mendengar adzan”.
Ulama salaf, yakni ulama kuno, melayat kawannya selama tiga hari Jika dia tertinggal takbiratul ihram. Dan melayatnya selama tujuh hari jika dia tertinggal shalatjama’ah.
Kesimpulannya, shalat jama’ah lima waktu di samping mengandung banyak fadlilah yang luar biasa, juga bisa merekatkan tali persaudaraan, persatuan dan lainnya.
Imam an-Nakhai berkata: “Menurut ulama salaf, berjalan di malam gelap menuju masjid, menyebabkan seseorang masuk surga”
Nabi saw bersabda: “Para malaikat selalu bershalawat kepada salah seorang dari kalian (memintakan ampun) selama dia masih di tempatnya di mana dia shalat selama dia belum hadas atau berbicara.
Mereka berkata:” Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia”
Imam Said bin al-Musayyab berkata: “Barangsiapa duduk di masjid, maka dia seolah-olah berbincang-bincang dengan Allah. Karena itu, dia harus mengucapkan perkataan yang baik.”
Kalau tidak salah, yang dimaksudkan adalah I’tikaf di masjid.
Ibnu Abbas ra. ditanya mengenai seorang lelaki yang beribadah di malam hari dan puasa di siang hari, namun dia tidak menghadiri shalat Jum’at dan shalat jama’ah. Ibnu Abbas menjawab: “Dia masuk | neraka”, Semoga Allah melindngi kita dari hal itu.
Dari Syaikh Abu Madyan, ia berkata: “Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa yang ditulis bagi hamba dari shalatnya hanyalah apa yang hadir di dalam hatinya saat shalat. Namun hal itu berlaku bagi orang yang shalat sendirian.
Adapun orang yang shalat berjama’ah, Allah menyempurnakan shalat orang yang tidak ‘hadir’ hatinya dengan shalat orang yang hatinya ‘hadir’ Jadi, Allah mengembalikan berkah orang yang hatinya ‘hadir’ kepada peserta jama’ah lainnya, sehingga shalat mereka seluruhnya ditulis sebagai shalat sempurna, bagaikan satu badan”.
Dari Ka’bul Alibar, ia berkata: “Aku menjumpai keterangan dalam kitab Taurat, bahwa seorang lelaki dari umat Muhammad ini bersimpuh sujud kepada Allah, kemudian Allah mengampuni mereka yang bershaf-shaf di belakangnya”.
Kesimpulannya, orang yang shalat jama’ah selama imamnya shalat, Allah mengampuni para makmum di belakang-nya.
Sebagian ulama salaf berkata: “Ketika jama’ah shalat sudah – mulai, Allah melihat hati imam jama’ah itu. Jika di dalamnya ada kebaikan, maka Allah ridla kepada para makmum dan menerima shalat mereka serta mengampuni dosa mereka. Jika di dalam hati imam tidak ada kebaikan, Allah melihat para makmum.
Jika ada makmum yang di hatinya terdapat kebaikan, maka Allah meridlai mereka dan menerima shalat mereka. Jika di antara makmum tidak ada yang baik hatinya, maka Allah melihat perkumpulan mereka dalam shalat dan berdiri mereka di hadirat Allah. Akhirnya Allah meridlai mereka semua dan menerima shalat mereka serta mengampuni dosa mereka. Imam dan seluruh makmum.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Hanya orang munafik yang bimbang hatinya yang mendengar fadlilah jama’ah dan tak mau jama’ah tanpa alasan. Dia sesat dari kebenaran dan hatinya tidak terisi cahaya pengagungan kepada Allah. Padahal mengagungkan Allah adalah pembawa kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Bahkan hamba tidak akan selamat dari siksa serta murka Allah, kecuali dengan mengagungkan-Nya. Betapa orang munafik itu tidak suka kalau dirinya berbahagia dan beruntung. Dia tidak peduli kalau dirinya celaka dan binasa, sehingga dia tidak mau menjalankan fardlu Allah. Semoga Allah menyelamatkan kita dari celaka dan takdir yang buruk”,
Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad berkata dalam kitab an-Nashaih ad-Diniyyah: “Nabi saw. bersabda: “Sesungguhnya shalat jama’ah melebihi shalat sendirian dengan terpaut dua puluh tujuh derajat.” .
Karena itu, barangsiapa meremehkan keuntungan syari ini yang kelak dirasakan di akhirat, padahal begitu mudah dan ringan menjalankannya, maka dia benar-benar lupa betapa pentingnya agam Islam baginya dan betapa minim rasa cintanya kepada hal yang berkaitan dengan akhirat. Padahal kalau demi mengeruk keuntungan duniawi yang hina, dia mau bersusah payah dan penat.
Ketika dia berhasil meraih keuntungan duniawi yang sedikit namun usahanya sangat keras, dia lupa usaha itu dan dia merasa apa yang diperolehnya itu keuntungan yang besar. Apakah dia tidak takut kalau di sisi Allah dia ditulis sebagai orang munafik dan orang yang bimbang akan janji Allah? Dalam hadits . yang sampai kepada kami, tidak dituturkan sama sekali, bahwa Nabi saw. melakukan shalat fardlu sendirian, meskipun hanya sekali.
Itulah sebabnya, tak layak jika mukmin yang benar-benar beriman meremehkan shalat jama’ah dan shalat sendirian. Jika demikian, maka dia termasuk orang yang diancam dengan ancaman orang yang tidak: – jama’ah dan keabsahan shalatnya diperselisihkan ulama.”
Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari dan banyak sahabat Nabi berpendapat, bahwa orang yang mendengar adzan dan tidak mau jama’ah, padahal tidak ada alasan, shalatnya tidak sah. Banyak ulama salaf berpendapat sama dengan mereka, di antaranya Imam Atha’, Imam ast-Tsauri dan Imam Ahmad. Ketiga orang imam ini sudah cukup menjadi panutan.
Ya Allah, berilah kami taufik untuk menjalankan shalat jama’ah dan ibadah-ibadah lainnya. Jauhkanlah kami dari tidak ikut jama’ah shalat fardlu dan jagalah kami dari hal-hal buruk. ‘ Bershalawatlah kepada junjungan kami Muhammad, keluarganya dan sahabatnya. Shalawat yang dengannya Engkau menyelamatkan kami dari seluruh fitnah, sakit dan petaka.
Dengannya Engkau mengampuni dosa-dosa dari kami, menghapus kesalahan dari kami, menunaikan seluruh hajat kami, mengangkat kami ke derajat tertinggi, mengantarkan kami ke puncak terjauh dalam seluruh kebaikan, di hidup ini dan setelah mati. Wahai Tuhan, ya Allah, wahai Tuhan yang memperkenankan doa-doa.
Maha Suci Tuhanku, Tuhan yang bersih dari apa yang mereka katakana. Dan kesejahteraan semoga senantiasa dilimpahkan kepada utusan Allah. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Demikian Risalah Keempat, Motivasi Sholat Berjama’ah Menurut Ulama’ Salaf, semoga dengan adanya terjemahan Kitab Arbau Rosail Lengkap Indonesia dan Pegon ini akan lebih memudahkan kita bagi para santri dan pembaca dalam memahami isi kitab Arbau Rosail buah karya Imam Ahmad bin Zaini Dahlan.
Sebagai pembahasan selanjutnya adalah Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Perbuatan Hati, Terjemah Kitab Arbau Rosail.
Tetap ikuti Situs San3kalongbm.com untuk mendapatkan update informasi seputar Religi dan terjemah kitab-kitab pesantren salaf. Wallahu A'lam bisowab.....
Terimakasih, Wassalam .....San3kalongbm
Post a Comment for "Risalah Keempat, Motivasi Sholat Berjama’ah Menurut Ulama’ Salaf"