Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Perbuatan Hati, Terjemah Kitab Arbau Rosail
San3kalongbm.com - Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Perbuatan Hati, Terjemah Kitab Arbau Rosail - Pada akhir pembahasan dari terjemah kitab Arbau Roasil ini membahas tentang Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Perbuatan Hati.
Membayangkan Kekhusyu’an Salafus Shalih Saat Mereka Shalat
Hal ini dapat memacu kekhusyu’an serta mendorong untuk meneladani mereka. Sekiranya anda melihat salah seorang di antara mereka sedang berdiri untuk shalat, ketika ia berdiri dalam mihrabnya kemudian memulai dengan membaca kalam Tuhannya (Allah), maka dalam hatinya terdetik bahwa Magam (shalat) tersebut adalah magam di mana sekalian manusia menghadap Tuhan sekalian alam. Dengan begitu hatinya seakan terlepas dan akalnya tercenung.”
Mujahid ra. berkata: “Jika salah seorang di antara mereka (kaum salaf) melakukan shalat ia takut kepada Allah yang Maha Rahman dan takut pandangannya melirik kepada sesuatu, atau menoleh, atau membolak-balik kerikil, atau memainkan sesuatu atau membisiki jiwanya tentang urusan dunia, kecuali ia lupa bahwa ia dalam shalatnya.”
Adalah Ibnu Zubair, ketika ia sedang shalat, ia laksana tongkat yang berdiri karena kekhusyu’annya. Kemudian ia sujud. Maka diletakknlah manjanig (alat pelempar batu untuk peperangan padajaman – dulu) padanya. Maka sekelompok orang mengambilnya dari bajunya ketika ia sedang shalat, ia sama sekali tidak mengangkat kepalanya.
Adalah Maslamah Bin Basyar, ia sedang shalat disuatu masjid, mendadak sebagian temboknya roboh. Manusia pada berdiri, sementara Maslamah, beliau tidak merasa karena khusyu’nya.
Terdapat kisah yang sampai kepada kita, bahwa ketika sedang shalat sebagian mereka seperti pakaian yang tergeletak. Sebagian mereka mengenyam perasaannya dan wajahnya berubah pucat karena ja merasa menghadap Tuhan-nya. sebagian mereka ketika dalam shalat, tidak mengetahui siapa yang berada di kanan ataupun kirinya.
Sebagian mereka wajahnya menguning ketika berwudlu untuk melaksanakan shalat, maka dikatakan kepadanya: “Ketika Anda berwudlu kami melihat keadaan anda berubah.” Beliau berkata: “Sungguh saya mengetahui di hadapan siapa saya hendak berdiri menghadap.”
Adalah Ali Bin Abi Thalib ketika shalat, jiwanya goncang dan wajahnya berubah pucat. Maka dikatakan kepadanya: “Apa yang terjadi padamu?” Ia berkata: “Demi Allah telah datang waktu dipikulkannya amanah di mana Allah menawarkannya kepada langit dan bumi dan juga gunung-gunung untuk membawanya akan tetapi mereka menolaknya sedangkan sekarang aku mau memikulnya.”
Adalah Sa’di At-Tanukhi, ketika sedang shalat, air matanya tidak putus-putusnya mengalir di kedua pipinya hingga membasahi jenggotnya.
Terdapat kisah yang sampai kepada kami, bahwa sebagian tabi’in ketika ja sedang shalat wajah dan ihwalnya berubah. Dan ia berkata: “Tahukah kalian, dihadapan siapa aku menghadap dan bermunajat?. “Siapakah di antara kalian yang di dalam hatinya terdapat rasa takut seperti yang demikian ketika menghadap Allah?”
Orang-orang bertanya kepada Amir Bin Abdul Oais: “Apakah terbetik sesuatu di benakmu ketika shalat?” Ia menjawab: “Adakah sesuatu yang lebih aku cintai daripada shalat sehingga terdetik sesuatu tersebut kepada diriku?”
Mereka berkata: “Sungguh telah terdedik sesuatu pada diri kami ketika shalat.” Ia berkata: “Apakah tentang syurga serta bidadari-bidadarinya dan sebagainya?” Mereka menjawab, “Tidak, akan tetapi kami terdetik tentang keluarga dan harta-harta kami.” Maka ia berkata: “Sungguh banyak luka pada diriku karena tombak lebih aku sukai daripada terdetik perkara dunia ketika shalat.”
Sa’ad bin Mu’adz berkata: “Pada diriku terdapat tiga perkara, yang sekiranya dalam setiap keadaan aku berada di dalamnya tentu aku akan menjadi diriku sendiri yaitu jika aku sedang shalat, aku tidak berbicara dengan diriku kecuali dengan sesuatu yang aku beradadi dalamnya, jika aku mendengar sebuah hadits dari Rasul saw. dalam hatiku tidak terdetik suatu keraguanpun akan kebenarannya.
Jika aku berada di dekat jenazah, maka aku tidak berbicara dengan diriku selain apa yang dikatakan mayit dan apa yang tengah dikatakan terhadapnya.”
Imam Hatim ra. berkata: “Aku berdiri karena melaksanakan perintah-Nya, berjalan dengan rasa takut, masuk dengan niat, membaca takbir dengan penuh pengagungan, membaca Al Qur’an dengan tertil dan tafakkur, ruku’ dengan khusyu’, sujud dengan tawadhu’, duduk tasyahud dengan sempurna, mengucap salam dengan niat, menyudahi shalat dengan ikhlash karena Allah, dan aku kembali kepada diriku dengan perasaan takut, jika Allah tidak menerimanya dariku, dan aku menjaganya dengan penuh kesungguhan hingga ajal tiba.”
Abu Bakar Ashidiqhi berkata: “Saya mengetahui dua imam, yang kebetulan saya belum diperkenankan untuk bisa mendengar ilmu dari keduanya, yaitu: Abu Hatim Ar-Razi dan Muhammad bin Nashr AlMarwaz1. Adapun Ibnu Nashr, saya tidak melihat seseorang yang lebih baik shalatnya darinya.
Ada cerita yang sampai kepada saya bahwa suatu ketika lalat kerbau hinggap di dahinya, lalu mengalirlah darah ke wajahnya sementara ia tidak bergerak sama sekali (ketika shalat). Muhammad bin Ya’qub Al-Akram berkata: “Saya tidak melihat seseorang yang lebih baik shalatnya dari Muhammad bin Nashr. Ada lalat hinggap di telinganya, maka ia tidak berupaya mengusir darinya.
Kami kagum dan merasa heran atas kebagusan shalatnya, kekhusyu’annya serta rasa hormatnya terhadap shalat. Ia meletakkan dagunya di atas dadanya, ia laksana kayu yang dipancangkan.”
Mengetahui Keistimewaan-keistimewaan Khusyu’ Dalam Shalat
Di antaranya sabda Nabi saw.: “Tiadalah seorang muslim, ketika datang padanya waktu shalat fardlu, kemudian ia membaguskan wudlunya (untuk shalat), khusyu ‘nya dan ruku’nya, kecuali shalat tersebut akan menghapus dosa-dosa yang ia perbuat sebelum itu, selagi ia tidak melakukan dosa besar, hal itu berlaku sepanjang masa.” (HR. Muslim)
Pahala yang didapat Mushalli (orang yang shalat) sesuai dengan kualitas khusyu’nya. Hal itu sebagaimana sabdanya:
“Sesungguhnya pahala yang di dapat seorang hamba atas shalat yang diwajibkan atasnya bisa jadi sepersepuluhnya, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setengahnya.” (HR. Imam Ahmad)
Sesungguhnya orang yang shalat tidak akan mendapat pahala shalat kecuali sebatas apa yang ia menyadari di dalamnya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.: “Engkau tiada mendapat pahala dari shalatmu, kecuali sebatas apa yang engkau mengerti (pahami) darinya.”
Sesungguhnya dosa-dosa serta kesalahan-kesalahan orang yang shalat akan terhapus jika ia menunaikan shalatnya dengan penuh kekhusyu’an dan kesempurnaan. Sebagaimana sabda Rasul saw:
“Sesungguhnya, ketika seorang hambarberdiri shalat, didatangkanlah seluruh dosanya, kemudian di letakkan di atas kepala dan kedua bahunya, maka ketika ia ruku’ dan sujud dosa-dosa tersebut berjatuhan dan berguQur’an.” (HR. Al-Baihaqi)
Imam Al-Manawy berkata: “Pengertian hadits di atas adalah, manakala seorang hamba menyempurnakan suatu rukun (shalat), maka gugurlah darinya satu unsur dari dosa-dosanya. Maka manakala ia menyempurnakan shalatnya, sempurna pula proses jatunya dosa tersebut.
Hal ini berlaku pada shalat yang disertai dengan kesempurnaan syarat, rukun serta khusyu’nya. Sebagaimana dipahami dari lafazh “Al’Abd” dan “Al-Oiyaam.” Hal itu mengisyaratkan bahwa hamba tersebut sedang berdiri di hadapan Sang Raja di Raja sedang ia adalah hamba yang hina dina.”
Orang yang khusyu’ dalam shalatnya, ketika keluar darinya, ia mendapati jiwanya menjadi ringan tanpa beban.-Ia merasakan adanya -beban-beban berat yang terlepas darinya. Ia mendapat sernangat baru, vitalitas, kenyamanan serta sportifitas.
Sehingga ia berharap seakan tidak pernah akan keluar darinya. Sebab shalat adalah penyejuk pandangan matanya (Ourratul ‘ain), kenikmatan ruhiyahnya, syurga hatinya, serta tempat istirahatnya di dunia.
Seakan hidup di dunia berada dalam penjara dan kesempitan sehingga ketika memasuki shalat, ia merasa bisa istirahat di dalamnya bukan merasa istirahat darinya. Orang-orang terkasih mengatakan: “Kita menunaikan shalat dan merasakan istirahat serta lega dengannya.
Sebagaimana disabdakan oleh Imam, tauladan dan Nabi mereka Muhammad saw.: “Hai Bilal, mari kita istirahat dengan menunaikan shalat.” Dan beliau tidak mengatakan: “Istirahatkanlah kami dari shalat.”
Hakikat Khusyu’
Khusyu’ adalah perkara besar. Keberadaannya sangat penting dan ja tidak dengan mudah diperoleh kecuali bagi mereka yang diberi taufig oleh Allah. Terhalang atau dijauhkan dari nikmat khusyu’ adalah musibab besar serta bencana yang sangat merugikan. Oleh karena itu Rasul senantiasa memohon kepada Allah dengan ungkapan do’anya, “Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu” (HR. At-Tirmidzi)
Orang-orang yang khusyu’ dikelompokkan pada beberapa tingkatan. Khusyu’ adalah perilaku hati. Ia bisa bertambah dan berkurang. Ada orang yang khusyu’nya mencapai langit. Sebaliknya, terdapat pula orang yang ketika selesai dari shalatnya, sama sekali tidak membekas atau menyadari apapun tentangnya.
Ada lima tingkatan manusia dalam menunaikan shalatnya:
Pertama, Tingkatan orang yang menzalimi diri sendiri. Yaitu orang yang tidak menyempurnakan wudlunya, tidak memelihara waktuwaktunya, batasan-batasannya serta rukun-rukunnya.
Kedua, Orang yang memelihara serta memperhatikan waktuwaktunya, batasan-batasannya, rukun-rukunnya yang zhahir dan menyempurnakan wudlunya, akan tetapi ia tidak bermujahadah (bersungguh-sungguh) dalam memerangi was-was dalam dirinya. Maka hanyut dengan was-was serta pikiran-pikiran selain shalat.
Ketiga, Orang yang memelihara serta memperhatikan rukunrukunnya, batasan-batasannya serta bersungguh-sungguh dalam mengusir was-was serta pikiran-pikiran selain shalat. Ia sibuk untuk dengan melawan dan memerangi musuhnya agar tidak mencuri shalatnya. Dalam kondisi begitu, ia berada di antara shalat dan jihad (kesungguhan)
Keempat, Orang yang jika berdiri shalat, ia berupaya menyempumakan hak-haknya, rukun-rukunnya, batasan-batasannya serta hatinya begitu sibuk untuk memelihara batasan-batasannya tersebut serta hak-hak shalat agar tidak ada satu pun yang hilang darinya (shalat).
Bahkan seluruh keinginannya tercurahkan untuk menegakkan shalat. menyempumakan serta menunaikannya sebagaimana mestinya. Hatinya begitu sibuk dengan urusan shalat serta beribadah kepada Tuhannya dalam shalat tersebut.
Kelima, Orang yang jika berdiri shalat ia begitu siap menunaikannya (sebagaimana tingkatan keempat), akan tetapi ada tambahannya, bahwa ia telah mengambil hatinya untuk betul-betul ditempatkan di hadapan Tuhannya. Ia melihat-Nya dengan mata hati terdalamnya, ia selalu merasa dalam pengawasan-Nya, hatinya dipenuhi dengan kecintaan serta pengagungan terhadap-Nya.
Seakan-akan ia melihat dan menyaksikan-Nya secara langsung. Adapun perasaan was-was beraneka ragam bisikan-bisikan hati telah lenyap darinya. Hijab antara dia dengan Tuhannya pun hilang. Baginya, kedekatan dengan Tuhannya di kala shalat adalah sesuatu yang teragung dan paling utama dari apa yang ada antara langit dan bumi. Dalam shalatnya, ia begitu sibuk dengan Tuhannya serta begitu indah pandangan matanya terhadap-Nya.
Kelompok pertama akan disiksa. Kedua, akan dihisab. Ketiga, terampuni. Kelompok keempat, diberi pahala dan kelompok kelima, didekatkan dengan Tuhannya. Sebab orang yang kelima ini termasuk kelompok orang yang mana shalat adalah sebagai “penyejuk pandangan matanya”.
Barangsiapa yang menjadikan shalat sebagai penyejuk pandangan mata di dunia, maka akan diberikan kesejukan pandangan di akhirat yaitu kedekatannya dengan Tuhannya.
Dan ia mendapat kesejukan pandangan dengan-Nya pula di dunia. Dan barangsiapa pandangan matanya sejuk karena melihat-Nya, maka seluruh mata akan merasa sejuk memandangnya.
Namun barangsiapa pandangan matanya tidak sejuk karena-Nya, maka nafsunya akan terpotong-potong untuk dunia dan ia akan merugi dengan kerugian yang besar
Akhirnya kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan kita orang-orang yang khusyu’, menerima taubat kija semua. Juga semoga Dia membalas kebaikan bagi yang memberikan andil dalam risalah ini, serta memberikan manfaat kepada para pembaca budiman. Amin. Dan segala puji hanya milik Allah, Tuhan sekalian alam.
Hikmah Shalat
Shalat adalah tiang agama, cahaya keyakinan, pengobat hati, dan sendi semua perkara. Karena shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar serta menjauhkan nafsu yang selalu mendorong untuk berbuat kejahatan dari perilaku-perilaku buruk yang secara alamiah nafsu selalu cenderung padanya.
Seperti telah kami jelaskan pada bagian sebelumnya bahwa mandi dan wudhu mempunyai manfaat yang besar dan agung. Karena mandi dan wudhu merupakan sarana untuk dapat melakukan shalat. Lalu bagaimana dengan manfaat shalat sendiri yang merupakan tujuan sesungguhnya dan merupakan satu-satunya sasaran yang hendak dicapai dalam wudhu dan bersuci.
Seorang manusia diperintahkan untuk berdiri di hadapan Tuhannya dalam sehari semalam sebanyak lima waktu dengan tunduk, khusyu’, merasa hina di hadapan kemuliaan ketuhanan, dan melepaskan hawa nafsunya di bawah kakinya.
Karena semua itu secara menyeluruh telah diarahkan untuk menghadap Tuhan Yang Hakiki dimana tidak ada tuhan lannya yang layak untuk disembah melainkan Dia. Semua itu dilakukan, hingga ia dapat melihat keagungan, kebesaran, dan kemuliaan Allah sepanjang harinya.
Ia diperintahkan menunaikan shalat Shubuh di waktu dimana ruh dalam keadaan suci bersih dan jiwa dalam keadaan tenang. Di samping kemudahan watak manusia akan tampak jelas dan berkilau ketika bintang-bintang mulai condong ke arah barat dan ketika matahari diizinkan untuk terbit.
Pada saat kami hendak menjelaskan bagaimana terhapusnya dosa-dosa kecil dari catatan amal seorang manusia yang melakukan shalat, maka tidak ada lagi sesuatu yang lebih fasih daripada menyerupakan seorang yang shalat dan dia dalam keadaan berdiri setelah bertakbiratul ihram untuk melakukan shalat dengan seorang lelaki yang di atas kepalanya terdapat beban dosa yang amat berat.
Begitu ia menundukkan kepalanya untuk melakukan ruku’, lalu duduk meletakkan jidatnya saat sujud, ia lalu mengulang sujudnya, ruku’nya, berdirinya, dan duduknya, maka beban yang berat itu akan jatuh dari bagian paling atas dari kepalanya.
Atau dengan ungkapan yang sedikit berbeda, kami hendak menyerukannya dengan seorang lelaki dimana baju dan badannya kotor. Lelaki ini memakai jubah kotor berlumur dosa-dosa dan noda-noda maksiat yang dilakukannya. Maka wudhu dan shalatnya yang mencakup ucapan-ucapan dan perilaku-perilaku tertentu berfungsi untuk membasuh kotoran dan noda-noda itu.
Karenanya, Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaan shalat lima waktu adalah seperti sebuah sungai tawar airnya yang berada di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian dimana ia selalu mandi dari air sungai itu setiap harinya sebanyak lima waktu, maka tidak akan ada lagi kotoran yang tersisa padanya.”
Di antara hikmah-hikmah shalat adalah diperolehnya ketenangan dalam hati. Ia tidak akan bersedih meski musibah datang silih berganti. Ketenangan seperti itu juga tidak akan menghalangi kebaikan yang merupakan bagiannya.
Karena bersedih akan menafikan kesabaran yang merupakan penyebab utama memperoleh kebahagiaan. Sedang menghalangi kebaikan dari orang lain adalah suatu bahaya yang besar. Sikap demikian itu merupakan petunjuk tidak adanya rasa percaya kepada Sang Pencipta, Pemeberi rezegi, dan Yang Mengganti segala yang telah diinfagkan oleh seorang pada jalan kebaikan. Allah swt telah berfirman:
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ja mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.”(QS. Al Ma’aarij : 19-22).
Memulai shalat dengan membaca basmalah merupakan isyarat bahwa seorang yang melakukan shalat sedang meminta pertolongan dengan menyebut Dzat Yang memberi kemampuan untuk melakukan kewajiban ini dan segala sesuatu yang dilakukannya, Dzat Yang telah meridhainya, mendekatkan dengan rahmat-Nya, dan menjauhkan dari siksa-Nya.
Selanjutnya ia memuji kepada Allah yang telah memberinya taufig untuk dapat menjalankan . kewajiban itu, Dzat yang menjadi Tuhan bagi semua makhluk di alam wujud ini, dan Dzat Yang telah memberi kenikmatan dengan kenikmatan-kenikmatan, baik yang besar maupun yang kecil.
Juga karena Allah swt adalah Tuhan dunia dan akhirat serta Pemilik hari pembalasan yang pada hari itu tidak akan ada manfaat sedikit pun bagi seorang ayah dari anaknya dan juga tidak manfaat bagi seorang anak dari ayahnya.
Jika demikian, maka kita tidak akan menyembah kecuali kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Kita meminta pertolongan kepada-Nya dalam setiap urusan kita, karena daya, kekuatan, dan kekuasaan semuanya ada pada-Nya.
Anda pasti mengetahui bahwa petunjuk hidayah adalah petujukNya. Seseorang yang tersesat, maka tidak ada lagi yang dapat menunjukkan selain Dia. Karena itu pula, kita meminta kepada-Nya untuk memberi kenikmatan petujuk kepada kita untuk selalu berjalan di jalan yang lurus yang tidak ada bengkok sedikitpun.
Jalan itu adalah jalan yang Allah berikan nikmat kepada orang-orang yang tidak dimurkai-Nya dan bukan jalan orang-orang yang sesat. Kita juga meminta kepada-Nya agar mengabulkan permintaan kita.
Ada sebuah hadits qudsi dari Nabi Muhammad saw dari Allah swt. bahwa Allah berfirman:” Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian.
Maka ketika seorang hamba mengatakan: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, maka Allah akan mengatakan: “Hamba-Ku sedang memuji-Ku.” Ketika hamba itu mengatakan: “Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.”
Maka Allah akan mengatakan:: “Hamba-Ku sedang memberikan pujian untuk-Ku.” Ketika hamba itu mengatakan: “Yang menguasai hari pembalasan.”
Maka Allah akan mengatakan: “Hamba-Ku sedag memuliakan Aku.” Ketika hamba itu berkata: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”
Maka Allah akan mengatakan: “Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku ada dua bagian. Dan hamba-Ku berhak memperoleh apa yang dimintanya.” (HR. Muslim)
Dalam kitab Al Bada’i’ ada penjelasan sebagaimana berikut ini: “Kewajiban shalat telah ditetapkan dalam Al Qur’an, sunnah, kesepakatan para ulama, dan dalil rasional.
Dalil yang dapat ditemukan dalam Al Qur’an, berikut firman Allah swt di beberapa ayat: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”(QS. Al Baqarah: 43)
Juga firman Allah: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisaa’: 103) |
Juga firman Allah: “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al Bagarah: 238).
Penyebutan kata shalat selalu dimaksudkan untuk shalat-shalat yang telah ditetapkan waktunya, yaitu shalat yang dilakukan lima kali dalam sehari semalam. Allah berfirman:
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114)
yat ini mengumpulkan semua waktu-waktu shalat. Shalat Shubuh sendiri dikerjakan pada salah satu dari dua tepi siang, sedang shalat Zhuhur dan Ashar dikerjakan pada tepi yang lain.
Waktu siang terbagi menjadi dua bagian: pagi dan petang. Pagi merupakan sebutan untuk awal waktu siang hingga tengah hari, sedang waktu-waktu setelahnya disebut dengan petang. Hingga jika ada orang yang bersumpah tidak akan makan pada petang hari, lalu ia makan setelah tengah hari, maka ia telah melanggar sumpahnya.
Ada juga shalat yang diekerjakan pada dua tepi siang. Sedang shalat yang masuk dalam maksud firman Allah: “Dan pada bahagian permulaan daripada malam.” (QS. Huud: 114)
Adalah shalat Maghrib dan Isya’, karena keduanya dikerjakan pada bagian permulaan dari malam, yaitu pada waktu-waktu malam.
Firman Allah swt: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya Shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Israa’: 78
Demikian Hal-Hal yang Berkaitan Dengan Perbuatan Hati, Terjemah Kitab Arbau Rosail, semoga dengan adanya terjemahan Kitab Arbau Rosail Lengkap Indonesia dan Pegon ini akan lebih memudahkan kita bagi para santri dan pembaca dalam memahami isi kitab Arbau Rosail buah karya Imam Ahmad bin Zaini Dahlan.
Tetap ikuti Situs San3kalongbm.com untuk mendapatkan update informasi seputar Religi dan terjemah kitab-kitab pesantren salaf. Wallahu A'lam bisowab.....
Terimakasih, Wassalam .....San3kalongbm
Post a Comment for "Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Perbuatan Hati, Terjemah Kitab Arbau Rosail"