Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

San3kalongbm.com Situs Religi, Kitab Pesantren, Kisah dan Tokoh Islam dan Info Update Lainnya

Hal Yang Membatalkan Shalat, Terjemah Sulam Munajat

San3kalongbm.com - Hal Yang Membatalkan Shalat, Terjemah Sulam Munajat - Shalat adalah salah satu ibadah yang wajib dijalankan bagi seorang muslim yang sudah baligh. Dalam melaksakan shalat tersebut tentunya kita harus mengetahui Syarat, Rukun serta Hal Yang Membatalkan Shalat, sebab ibadah tanpa syariat yang sesuai maka akan batal atau percuma.
https://www.san3kalongbm.com/2023/04/hal-yang-membatalkan-shalat-terjemah.html
Oleh sebab itu, admin San3kalongbm.com akan berbagi kembali terkait dengan Hal Yang Membatalkan Shalat, Terjemah Sulam Munajat, agar shalat kita benar-benar terjaga dari segala kesalahan yang sengaja ataupun tidak sengaja.


Adapun hal-hal yang membatalkan shalat itu ada dua belas, yaitu:

Pertama, hilangnya salah satu dari dua belas syarat shalat, baik sengaja meskipun dipaksa, lupa atau tidak tahu. Sebab masalah ini termasuk khithab wad’i, yaitu firman Allah yang berkaitan dengan menjadikan sesuatu sebagai sebab atau syarat atau penghalang atau sah atau tidak sah.

Kedua, hilangnya salah satu dari sembilan belas rukun shalat dengan sengaja, sebab bila salah satu rukunnya tidak ada, maka tidak disebut shalat. Bila lupa, maka harus segera dilakukan bila ingat. Bila tidak dilakukan, maka harus memulai shalat dari muka. 

Sesuatu yang dilakukan setelah rukun yang dilupakan tidak diperhitungkan karena terjadi di selain tempatnya, kecuali setelah rukun yang dilupakan itu. Bila rukun tersebut dia lakukan, maka dia meneruskan shalatnya. 

Bila dia yakin bahwa dia belum melakukan satu sujud dari rakaat terakhir, pada akhir shalatnya atau setelah salamnya dan sebelum terkena najis yang tidak ma’fu dan belum lama, maka dia harus melakukan sujud itu dan mengulangi tasyahhudnya. Bila sujud yang dilupakan dari selain rakaat terakhir, maka dia harus melakukan satu rakaat.

Ketiga, menambahkan rukun fi’liyah, misalnya menambahkan ruku’ atau sujud, meskipun tanpa thumakninah atau menambahkan rakaat. Atau mendatangkan niat atau takbiratul ihram di tengah-tengah shalat atau melakukan salam pada selain tempatnya, padahal dia tahu kalau hal itu dilarang. Hal tersebut membatalkan shalat bagi orang yang sengaja karena dia dianggap bermain-main. 

Sedangkan orang yang lupa dan orang yang tidak tahu larangan karena baru saja masuk Islam atau dia hidup di hutan yang jauh dari ulama, shalatnya tidak batal. Demikian juga apabila makmum menambah rukun karena mengikuti imamnya. 

Apabila menambahkan rukun dilakukan karena lupa atau seseorang menambahkan selain rukun tersebut yakni rukun fi’li selain takbiratul ihram baik dengan sengaja atau lupa, maka shalatnya tidak batal menurut pendapat yang ashah. 

Contohnya mengulangi surat Al-Fatihah dan mengulangi tasyahhud tanpa alasan. Namun dia sunat melakukan sujud sahwi jika melakukan sesuatu yang bila disengaja membatalkan shalat.

Keempat, melakukan gerakan sekali namun keras. Misalnya satu lompatan keras dan satu pukulan keras. Atau gerakannya tidak keras, namun bertujuan main-main, misalnya lompatan yang tidak keras dan tepuk tangan, meskipun tidak dengan memukulkan dua telapak tangan. 

Atau melakukan gerakan tiga kali yang berturut-turut meskipun dengan beberapa anggota badan apabila mandiri, baik sengaja, lupa atau karena tidak tahu namun tidak dimaafkan. Hal tersebut membatalkan, sebab memutuskan urutan shalat dan memberi kesan berpaling dari shalat.

Kelima, makan sedikit atau minum sedikit dengan sengaja meski dipaksa, baik dengan mengunyah atau tanpa mengunyah, meskipun biasanya benda itu tidak dimakan, misalnya debu. 

Contohnya minum sedikit adalah cairan gula dan ludah yang bercampur dengan lainnya. Apabila seseorang makan minum karena lupa bahwa dia sedang shalat atau tidak tahu haramnya makan minum dan dia baru saja masuk Islam atau hidup jauh dari ulama dan tidak mungkin sampai kepada ulama, maka shalatnya tidak batal karena makanan minuman yang sedikit menurut adat, dan batal shalatnya bila makanan minuman itu banyak, sebab makanan minuman yang banyak memutuskan urutan shalat, meskipun tidak membatalkan puasa bila lupa. 

Perbedaan antara shalat dan puasa adalah gaya shalat itu dapat mengingatkan orang yang lupa, sedangkan puasa tidak demikian. Di samping itu, shalat mempunyai beberapa perbuatan yang tertata, sedangkan perbuatan yang banyak memutuskannya. Lain halnya puasa, di mana perbuatan banyak tidak berpengaruh terhadapnya.

Keenam, melakukan sesuatu yang membatalkan orang puasa selain makan minum. Yakni ada benda masuk ke dalam rongganya, misalnya dia memasukkan kayu ke dalam lobang telinga.

Ketujuh, memutuskan niat, misalnya berniat keluar dari shalat, baik seketika atau setelah satu rakaat misalnya. Lain halnya berniat melakukan hal yang membatalkan shalat, maka shalat tidak batal, kecuali bila dilakukan. Orang puasa bila berniat keluar dari puasanya, puasanya tidak batal menurut pendapat yang ashah. 

Demikian juga orang yang berwudlu, bila dia berniat keluar dari wudlunya, maka wudlunya tidak batal. Namun sisanya membutuhkan niat. Perbedaannya adalah shalat itu lebih sempit, maka lebih terpengaruh oleh perbedaan niat.

Kedelapan, menggantungkan batalnya shalat dengan sesuatu yang terjadi di dalamnya atau mungkin terjadi dan tidak terjadi di dalam shalat. Misalnya berniat bila Zaid datang, maka aku membatalkan shalat atau niat sejenisnya. Maka shalat batal seketika.

Kesembilan, bimbang apakah akan membatalkan shalat atau tidak. Misalnya saat shalat tiba-tiba ada keperluan, lalu bimbang apakah akan menghentikan shalat atau meneruskannya. Maka shalat batal seketika. Yang dimaksudkan bimbang adalah ragu-ragu yang berlawanan dengan keyakinan.

Kesepuluh, bimbang mengenai hal yang diwajibkan dalam niat, misalnya bimbang apakah yang diniati Zhuhur atau Ashar. Atau bimbang mengenai sebagian hal yang diwajibkan dalam takbiratul ihram, misalnya bimbang apakah dia takbiratul ihram saat menghadap kiblat ataukah setelah berdiri? Bimbang mengenai syarat shalat juga membatalkan shalat, misalnya thaharah. 

Bimbang di atas membatalkan shalat bila waktunya lama menurut adat, yaitu waktu untuk membaca ”  ” Atau waktunya tidak lama, namun dia melakukan rukun fi’li atau gauli. Dengan demikian dapat diketahui, bila waktunya bimbang tidak lama dan tidak melakukan rukun sama sekali, yakni dia ingat segera, maka bimbang tidak apa-apa. 

Kaidah lamanya waktu di sini adalah waktu yang cukup untuk melakukan rukun yang pendek dan pendeknya waktu adalah waktu yang tidak cukup untuk hal tersebut, misalnya ada hal yang terbersit dalam hati, lalu sirna seketika.

Kesebelas, memutuskan rukun fi’li demi sunat, seperti orang yang berdiri dari sujud kedua karena lupa tahiyat awal, kemudian dia kembali duduk untuk membaca tahiyat awal setelah dia bangkit dan bisa disebut berdiri. 

Hal tersebut membatalkan jika dia tahu bahwa kembali itu haram dan sengaja. Maka shalatnya batal karena dia menambah duduk tanpa alasan. Lain halnya memutuskan rukun gauli demi sunat, misalnya memutuskan Al Fatihah demi membaca ta’awwudz atau iftitah, maka tidak haram dan hanya makruh. 

Apabila kembali karena lupa bahwa dia sedang shalat atau lupa haramnya kembali duduk, maka tidak batal shalatnya. Namun dia harus kembali berdiri segera bila ingat dan sunat sujud sahwi karena hal itu membatalkan shalat bila disengaja. 

Demikian juga shalatnya tidak batal bila dia tidak tahu haramnya hal tersebut menurut pendapat yang ashah meskipun dia berbaur dengan ulama, sebab masalah ini termasuk hal yang samar bagi orang awam. 

Dia harus segera berdiri ketika telah tahu dan dia sunat melakukan sujud sahwi, sebab dia menambahkan duduk di selain tempatnya. Apabila dia kembali ke tahiyat awal sebelum berdiri tegak, maka tidak batal shalatnya sebab dia belum melakukan fardlu. 

Dia sunat kembali duduk tahiyat awal dan sujud sahwi bila dia lebih dekat kepada berdiri daripada duduk. Lain halnya apabila dia lebih dekat kepada duduk atau sama ke berdiri dan ke duduk, maka tidak perlu sujud sahwi. 

Ounut dalam hal tersebut sama dengan tahiyat awal. Bila seseorang lupa gunut, lalu ingat saat sujud, maka batal shalatnya bila dia kembali gunut setelah sujud dan dia tahu. Bila dia kembali gunut sebelum sempurna sujudnya, yaitu belum sempurna meletakkan ke tujuh anggota badan sujud, maka shalatnya tidak batal, sebab dia belum melakukan fardlu. 

Dia sunat kembali berdiri untuk gunut dan sunat sujud sahwi apabila sudah sampai batas ruku’. Jika belum sampai batas ruku’, maka tidak perlu sujud sahwi.

Kedua belas, tetap melakukan rukun bila yakin belum melakukan rukun sebelumnya atau bimbang apakah rukun itu telah dilakukan atau belum. Dengan syarat waktunya lama menurut adat, yaitu minimal thumakninah. 

Dia harus kembali untuk melakukan rukun yang dia yakini belum dilakukan atau dibimbangkannya, terkecuali bila dia makmum yang tidak berniat mufaragah (keluar dari jama’ah), maka dia harus menambahkan satu rakaat setelah imamnya salam. 

Dia tidak boleh kembali untuk melakukan rukun tersebut, sebab dia harus mengikuti imamnya. Namun apabila yang belum dilakukan atau dibimbangkan itu satu sujud atau thumakninahnya dari rakaat terakhir, sedangkan dia tasyahhud bersama imamnya, maka dia harus kembali sujud sebagaimana dikutip Ahmad Al Maihid dari Al Madabighi.

Semua hukum di atas harus diketahui oleh setiap muslim dan harus dipelajarinya, meskipun dengan bepergian ke negeri yang jauh. Allah swt. berfirman: 

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” (OS. At Taubah: 122)

Arti ayat di atas sebagaimana dikatakan Ar Ramli adalah hendaknya dari kelompok yang banyak ada kelompok yang sedikit dan cukup untuk memperdalami ilmu agama Islam dan mau bersusah payah untuk memperolehnya. Tujuan mereka mempelajari ilmu agama Islam hendaknya adalah memberi peringatan dan nasehat kepada kaum mereka.


Demikian Hal Yang Membatalkan Shalat, Terjemah Sulam Munajat, semoga dapat dipahami dengan mudah, dan dapat mempermdah dalam memahami isi kitab Sulam Munajat.

Bab selanjutnya yang akan admin bahas yakni Sunat Wudlu.

Tetap ikuti Situs San3kalongbm.com untuk mendapatkan update informasi seputar Religi dan terjemah kitab-kitab pesantren salaf. Wallahu A'lam bisowab.....

Terimakasih, Wassalam .....San3kalongbm 

Post a Comment for "Hal Yang Membatalkan Shalat, Terjemah Sulam Munajat"