Bab Haal بَابُ الْحَالُ
San3kalongbm.com - Bab Haal - Haal adalah salah satu isim yang dibaca nasob, yang menjelaskan setiap tatacara atau keterangan suasana yang masih samar. Adakalanya menjelaskan suasana fa'il, sebagaimana tertulis dalam kitab Jurumiyah.
اَلحال هو الاسم المنصوب, المفسر لما انبهم من الهيئات
Bab Haal |
Pengertian Haal
Sebagaimana yang sudah admin jelaskan pada pembukaan aertikel ini, Haal adalah salah satu isim yang dibaca nasob yang menjelsakan sesuatu yang masih samar, maksud dari samar tersebut karena belum jelas. Baik Fi'il, Fa'il ataupun maf'ul bih, bahkan yang lainnya.
Contohnya adalah :
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا artinya Zaid sudah datang sambil berkendara
Pada lafazdh رَاكِبًا berkedudukan sebagai haal dari lafazdh جَاءَ , seperti yang ada di dalam firman Allah Swt pada kalimat :
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا Artinya “Maka keluarlah Musa dari kota tersebut ( Mesir ) dengan rasa takut”. ( Al-Qashash:21).
Lafazd خَٰائِفًا yang terdapat pada ayat tersebut berkedudukan sebagai haal dari fa’il lafazdh خَرَجَ yang menjelaskan suasana Musa masa-masa keluarnya.
Pada contoh yang lain menjelaskan suasana maf’ul, laksana dalam misal :
رَكِبْتُ الفَرْسَ مُسَرَّجًا artinya "Aku sudah menunggang kuda sambil berpelana."
Lafazh مُسَرَّجًا Berkedudukan sebagai haal dari maf’ul yang menjelaskan suasana kuda waktu dipakai angkutan di atasnya.
Dan laksana yang ada dalam firman Allah Swt. Berikut :
وَأرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا
Artinya : “ Kami mengutusmu menjadi rasul untuk segenap manusia.”(An-Nisa:79)
Pada lafazh رَسُوْلًا menjadi haal dari maf’ul huruf kaf yang ada pada lafazh وَاَرْسَلْنٰكَ.
Atau menyatakan kedua-duanya ( fa’il dan maf’ul ), Seperti dalam misal :
لَقَيْتُ عَبْدَاللَّهِ رَاكِبًا Artinya "Aku sudah bertemu Abdullah sambil berkendaraan."
Yang dimaksud sambil berkendaraan tersebut ialah aku atau Abdullah, atau kedua-duanya.
Syarat- Syarat Haal dan Contohnya
وَلَا يَكُونَ اَلْحَالُ إِلَّا نَكِرَةً, وَلَا يَكُونُ إِلَّا بَعْدَ تَمَامِ اَلْكَلَامِ, وَلَا يَكُونُ صَاحِبُهَا إِلَّا مَعْرِفَةً
Haal itu tidak akan ada kecuali dalam keadaan Nakirah (Isim dengan Makna Umum) dan juga tidak akan terjadi kecuali dengan kaliamat yang sempurna (Taam), dan tidaklah yang menyertai Hal melainkan Isim Ma'rifah.
Haal tidak akan pernah ada itu kecuali nakirah. Dan tidak akan terjadi setelah kalam (taam) sempurna. Kalam taam atau sempunra maksudnya adanya haal dan juga shohibul haal.
Apabila ada haal dengan lafazh ma’rifat, maka harus di-takwil-kan dengan lafazh nakirah, seperti
contoh :
جَاءَ زَيْدٌ وَحْدَهُ Artinya "Zaid telah datang sendirian."
Taqdirnya adalah :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا Artinya "Zaid telah datang sendirian."
Keterangan :
Lafazh وَحْدَهُ Berkedudukan sebagai haal. Sekalipun lafazhnya menunjukan bentuk ma’rifat, tetapi maknanya di takwil-kan nakirah.
Jika dalam bentuk lengkapnya adalah :
جَاءَ زَيْدٌ مُنْفَرِدًا Artinya " Zaid telah datang sendirian."
Kebanyakan haal itu dalam bentuk musytaq, berakar dari mashdar, Misalnya : Lafazh رَاكِبًا Berakar dari lafazh رُكُوْبٌ (mashdar ) dan lafazh خَائِفًا berakar dari lafazh خَوْفٌ . Terkadang haal ada juga yang berbentuk jamid ( tidak musytaq ), tetapi mengandung makna musytaq, seperti dalam contoh-contoh berikut :
بَدَتِ الْجَارِيَةُ قَمَرًا Artinya "Anak perempuan itu tampak bagaikan bulan."
Yang dimaksud dengan bulan ialah bercahaya.
يَدًا بِيَدٍ بَعْتُهُ Artinya "Aku telah menjual barang itu secara timbang terima."
Yang dimaksud dengan istilah timbang terima ialah jual beli secara kontan.
وَادْخُلُوْا رَجُلًا رَجُلًا Artinya "Masuklah kalian seorang-seorang."
Yang dimaksud dengan seorang –seorang ialah berurutan.
Tidaklah terbentuk haal itu kecuali harus sesudah sempurna kalam-nya, yakni sesudah jumlah (kalimat) yang sempurna, dengan makna bahwa lafazh haal itu tidak termasuk salah satu dari kedua bagian lafazh jumlah, tetapi tidak juga yang dimaksud bahwa keadaan kalam itu cukup dari haal ( tidak membutuhkan haal ) dengan berlandaskan firman Allah Swt :
وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ
Artiya :“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong”. (Al-Isra`:37)
Tidak ada shaibul haal ( Pelaku haal ) kecuali harus dalam bentuk ma’rifat, sebagaimana yang telah dikemukakan pada contoh-contoh tadi atau dalam bentuk nakirah bila ada haal yang membolehkannya, yaitu : Hendaknya haal mendahului nakirah. Hendaknya nakirah di–takhshish oleh idhafah dan hendaknya shahibul haal nakirah terletak sesudah nafi. Contoh haal yang mendahului nakirah seperti :
فِى الدَّارِ رَجُلٌ جَالِسًا Didalam rumah itu terdapat seorang laki-laki sedang duduk.
Lafazh جَالِسًا berkedudukan sebagai haal dari lafazh رَجُلٌ . Contoh shahibul haal yang di-takhshish oleh idhafah seperti yang terdapat di dalam firman Allah Swt. Berikut :
سَوَٰاءً اَيَّامٍ اَرْبَعَةِ فِيْٰ
“Dalam empat hari yang genap”. ( Fushshilat:10)
Lafazh سَوَٰاءً berkedudukan sebagai haal dari lafazh اَرْبَعَةِ . Contoh lainnya ialah firman Allah Swt :
.....اِلَّا لَهَا مُنذِرُوْنَ قَرْيَةٍ وَمَٰا اَهْلَكْنَا مِنْ
Baca Juga :
“Dan kami tidak membinasakan sesuatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan”, (Asy-Syu’ra:208)
Lafazh لَهَا مُنْذِرُوْنَ adalah jumlah ismiyyah yang berkedudukan sebagai haal dari lafazh قَرْيَةٍ . Keberadaannya sebagai haal dari shahibul haal yang nakirah dianggap sah karena ada huruf nafi yang mendahuluinya.
Demikian penjelasan tentang Pengertian Bab Haal, Contoh dan Syarat-syaratnya. Semoga penjelasan yang singkat ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi para pembaca.
Terimakasih, Wassalam ..... San3kalongbm.com
Post a Comment for "Bab Haal بَابُ الْحَالُ"